Pendidikan agama telah dijadikan mata pelajaran utama di Indonesia
mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT), tetapi sikap
beragama di Indonesia menunjukkan bahwa penghargaan terhadap sesama umat beragama jauh dari apa yang diharapkan. Sejak
masa pemerintahan Orde Baru, pendidikan Agama ditetapkan menjadi mata pelajaran
wajib di sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dengan tujuan agar pendidikan
agama yang diberi kepada setiap warga Indonesia dapat memproteksi paham
komunisme. Pada masa reformasi hingga kini, gagasan serupa mengalami modifikasi
yang melihat tugas dunia pendidikan secara umum dan khususnya posisi pendidikan
agama adalah untuk “memperkuat keyakinan beragama.â€
Pemikiran sebagaimana dikemukakan pada bagian-bagian sebelum hendak
menegaskan bahwa diperlukan model pendidikan alternatif yang mentransformasi
model-model pendidikan agama konfensional yang eksklusif. Dalam kaitan ini
penulis menawarkan pendidikan agama inklusif sebagai solusinya. Alasan mengapa
pendidikan agama inklusif dapat dijadikan alternatif solusi adalah karena
pendidikan agama inklusif mengedepankan nilai-nilai etik dan moral yang dapat
diterima kelompok-kelompok masyarakat lebih luas dibanding model-model
pendidikan agama konfensional yang lebih memberi perhatian pada doktrin
keagamaan sempit. Pengembangan pendidikan agama yang inklusif dalam konteks
Indonesia saat ini penting karena masyarakat Indonesia yang plural, termasuk dari
dari aspek agama, bahkan, masyarakat Indonesia dikenal sangat religius tetapi
penerimaan dan penghargaan satu terhadap lainnya masih menjadi masalah.
YANCE Z. RUMAHURU
MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN AGAMA INKLUSIF SEBAGAI
SOLUSI PENGELOLAAN KERAGAMAN DI INDONESIA
Jurnal Teruna Bakti, Sekolah Tinggi Agama Kristen
Yogyakarta
Volume 1 Nomor 1, Agustus 2018, Halaman 59-68
31-05-19-08-28-15-Abstract---Mengembangkan-Pendidikan-Agama-Inklusif-Sebagai-Solusi-Pengelolaan-Keragaman-Di-Indonesia---Yance-Z-Rumahuru.pdf
472679
2019-05-31 - 08:28:15